Kenapa Lelaki Merokok Menjadi Dambaan Wanita

Propaganda antirokok semakin merajalela. Sayangnya, propaganda yang dilakukan selalu berdasar pada penegasan yang sangat tidak benar. Kenangan Penelitian dan statistik yang palsu, serta menggunakan argumen dari Marc La Londe, mantan Menteri Kesehatan dan Kesejahteraan Nasional Kanada.
La Londe beragumen bahwa pesan-pesan kesehatan harus disebarkan dengan penuh semangat, dan harus “keras, jelas dan tegas” walaupun tidak didukung oleh bukti ilmiah. (L.A. Colby, in Defense of Smokers ‘Pembelaan Para Perokok’, Indonesia Berdikari, Jakarta: 2012)
Jadi kini orang-orang di kesehatan bebas mau ngomong apa saja. Mau bilang rokok itu berbahaya, menyebabkan naiknya angka kematian, atau apalah namanya. Yang jadi pertanyaan, mengapa harus rokok? Mengapa tidak asap knalpot dari kendaraan bermotor? Ah sudahlah.
Entah propaganda tentang rokok akan berlangsung berapa lama, tapi kalau mengacu pada konteks suatu hubungan yang bernama ‘pacaran’, tentu hal ini lebih bersifat subyektif, yang artinya tertuju kepada pribadi masing-masing. Alangkah aneh bilamana seseorang mengatakan bahwa lelaki yang tidak merokok lebih diminati oleh kaum Hawa. Riset dari mana? Atau hal ini merupakan propaganda baru untuk memerangi kaum perokok?
Sebagian banyak dari teman-teman saya yang tidak merokok susah sekali mendekati perempuan. Mereka sering curhat ke saya, mengapa perempuan-perempuan itu amat sulit untuk ditaklukkan. Tapi bukan karena perempuan-perempuan itu terlampau rumit untuk dimengerti. Entah kenapa ya, kalau saya cermati dari sikap teman-teman yang tidak merokok, kesulitan tersebut malah berasal dari diri mereka sendiri. Seperti pemalu, pelit, modis, dan lain sebagainya. Sementara dari teman-teman saya yang merokok, saya mendapati ada lima acuan mengapa mereka jadi lelaki idaman perempuan. Antara lain, yaitu:
Lebih Royal.
Pernah mengalami ketika rokok habis dan kamu sedang asyik ngobrol bareng teman-temanmu? Bagaimana sikap teman-temanmu yang merokok? Apakah mereka menawarkan rokok yang mereka miliki kepadamu? Apakah mereka merelakan rokoknya diambil begitu saja, saat kamu dengan lugu mengeluarkan sebatang untuk kamu hisap sendirian? Jika jawabannya ‘iya’, berbahagialah kamu yang mempunyai teman-teman seperti mereka.
Saya mengamati perilaku orang-orang yang kehabisan rokok, ketika sedang asyik ngobrol dengan teman-teman mereka. Kalimat seperti “Gue bagi rokok lo satu ya,” atau “Ini, pakai rokok gue aja…” kerap muncul supaya obrolan tetap hangat. Tapi juga tidak jarang muncul kalimat seperti “Gue lagi malas ke warung nih. Hehehe…” atau “Bagi satu lagi ya…” Dan jawaban atas kalimat tersebut yaitu: “Selagi masih ada, pakai saja…” Kurang royal bagaimana coba?
Salah satu sikap yang diidam-idamkan perempuan ya seperti sikap perokok di atas. Dengan teman saja bisa royal, masa dengan pasangan sendiri enggak bisa?
Mempunyai Sikap Ideologis.
Tidak bisa dipungkiri bahwa sebagai individu, kita hanya sanggup sebatas mendiskreditkan pilihan dan hidup orang lain. Dan itu sah-sah saja. Dan itu hak setiap orang untuk berdaulat atas diri masing-masing. Bukan begitu? Mau kepengen punya pasangan yang seperti apa, kan enggak ada larangan bilamana tiap hari kamu mensyen Chelsea Islan atau dedek-dedek gemes JKT48?
Pada dasarnya seseorang merokok bukan karena ingin tampil keren. Bukan pula sekadar ikutan teman-temannya yang sudah merokok lebih dahulu. Iklan-iklan yang disajikan baik di layar kaca televisi maupun di baliho—yang gedenya bisa 100 kali lipat dari undangan pernikahan mantan—pun enggak ngefek sama sekali. Orang mau merokok ya karena itu pilihan mereka. Orang mau tidak merokok ya karena itu juga pilihan mereka. Seperti halnya jatuh cinta terhadap seseorang—kalau diterima kita syukuran, kalau ditolak ya syukurin.
Nah, kalau sudah punya sikap ideologis memerdekakan kesepian, bagaimana bisa perokok enggak layak disebut sebagai lelaki idaman perempuan?
Lebih Supel dan Ramah
Begini… Saya punya pacar, dulu, waktu dia masih cantik-cantiknya. Ketika pertama kali kami bertemu, lalu makan di sebuah warung makan pinggir jalan di daerah Kota Tua, usai makan dia lantas merokok di hadapan saya. Bagaimana kesan saya waktu itu? Oh, tentu saya tidak marah padanya. Sebelum merokok, dia terlebih dahulu bertanya apakah saya keberatan atau tidak? Saya jawab, “tidak,” Karena setelah dia bertanya begitu, kemudian dia minta maaf.
Kejadian ini tidak cuma sekali dua kali. Baik saya maupun pacar saya (dulu), pasti selalu berucap maaf kalau salah satu di antara kami ingin merokok. Padahal kami berdua adalah perokok. Sedangkan dengan pacar-pacar saya yang lain, yang juga—dulu, waktu mereka masih cantik-cantiknya—pun demikian. Kendati mereka tidak merokok dan saya perokok, saya selalu menjaga agar mereka nyaman bersama dengan saya. Diantaranya yaitu: saya enggan merokok saat sedang bersama pasangan.
Saya ini memang rangnya enggak enakan. Oleh karena itu, ketika pacar sudah merasa tidak bahagia lagi, saya jadi merasa tidak enak. Maka biarlah pacar saya menemukan kebahagiaan yang lain, walau tidak bersama dengan saya.
Walau tidak bersama dengan kenangan kami, dulu, waktu masih jancuk-jancuknya…
Enggak Ribet Kalau Teringat Mantan.
Mantan itu kayak orang yang sedang kerasukan setan. Jadi jangan heran kalau banyak jombloo yang diserang ketakutan ketika satu waktu teringat mantan pacarnya. Jangankan mantan, kenangan tentang mantan pun tampak mengerikan di ingatan orang-orang kesepian.
Jika sebagian jomblo merasa serba salah saat teringat kenangan tentang mantan pacarnya, tapi tidak buat kaum perokok. Chairil Anwar, penyair sekaligus perokok, juga jombloo, menghadapi kenangan sekaligus kemalangan dengan cara yang romantis. Bersama beberapa batang rokok ia tulis puisi-puisi tentang senja di pelabuhan kecil, tentang cinta yang karam, tentang kenangan yang sekalipun paling kelam.
Lain cerita dengan jombloo-jombloo ngehek yang kalau galau, malah bikin ribet. Mengabarkan kepada semua teman bahwa ia sedang berada di suatu tempat, sendirian, dan galau. Minta tolong membelikan beberapa botol bir, kemudian mabuk bersama. Ah, ini kan ribet. Padahal ya, kau hanya perlu menghisap sebatang rokok, lalu menulis sebuah sajak:
Aku mencintaimu
sesakit-sakit orang sakit
Selayak orangtuamu
dan hatiku yang sampai sakit
Karena engkau melupakanku
dalam kesakitan dan ketiadaan
Cinta Indonesia
Ada jutaan buruh yang bekerja di pabrik tembakau. Mereka—kaum buruh—bekerja demi menghidupi baik keluarga maupun dirinya sendiri. Bayangkan bilamana PP nomor 109 tahun 2012 itu tidak segera direvisi. Jutaan orang harus mencari kerja lagi, bahkan harus sampai pergi jadi TKI ke luar negeri. Lalu kejuaraan-kejuaraan olahraga kehilangan sumber dana yang begitu besar.
Jadi sudah tidak perlu dibuktikan lagi. Merokok bukan hanya sekadar kenikmatan, apalagi gaya-gayaan. Tapi juga membantu menghidupi kaum buruh di pabrik tembakau, walau tidak secara langsung. Tidak perlu berdebat antara agamis, komunis, atau nasionalis. Realitas sosial mendorong kita untuk peduli kepada sesama.
Buat para perokok, tidak perlu khawatir. Biarlah para antirokok itu insyaf dengan sendirinya. Paling tidak kalian sudah berusaha menjadi sosok yang diidam-idamkan perempuan. Dan yang perlu diingat: jagalah kebersihan! Buanglah abu dan puntung rokok pada tempatnya. Niscaya selain menjadi idaman perempuan, kalian juga menjadi idaman calon mertua. Ya, semoga demikian adanya…

Leave a comment